Saturday 25 February 2012

Populasi Badak Jawa Di Ujung Kulon Tinggal 35 Ekor

Baru buka laptop langsung browsing ke situs berita, yaitu vivanews.com dan saya menemukan informasi yang cukup menyedihkan karena populasi dari badak asli Indonesia yaitu Badak Jawa yang ada di Ujung Kulon hanya tersisa 35 Ekor. Harapan saya adalah agar populasi badak tersebut terus di jaga dan lebih dikembangkan biakan lagi. Baikla bagi anda yang ingin membaca, silahkan:

Berita Vivanews : Populasi Badak Di Ujung Kulon
Jumlah populasi badak Jawa (Rhinoceros Sondaicus) menurut perhitungan pengelola Taman Nasional Ujung Kulon mendekati punah. Saat ini, populasi yang teridentifikasi hanya 35 ekor.
�Ini artinya kritis karena populasi kurang dari 100 ekor,� kata Dodi Sumardi, Koordinator Pengendalian Ekosistem Hutan TNUK kepadaVIVAnews, Jumat 24 Februari 2012.
Berdasarkan hasil monitoring pada 2011, dia melanjutkan, populasi badak Jawa diperkirakan kurang dari 60 ekor, dengan 35 ekor yang sudah teridentifikasi. Untuk mengantisipasi kepunahan habitat badak Jawa ini, pengelola TNUK melakukan langkah intensif melalui program JRSCA (Javan Rhino Study and Conservation Area), dengan berupaya meningkatkan jumlah populasi badak Jawa.

kepunahan habitat badak Jawa ini, pengelola TNUK melakukan langkah intensif melalui program JRSCA (Javan Rhino Study and Conservation Area), dengan berupaya meningkatkan jumlah populasi badak Jawa.
�Kami perluas habitat binatang ini, juga melakukan penelitian komprehensif tentang badak Jawa,� ucapnya.
Program nasional pemerintah, Dodi melanjutkan, pada 2015 menargetkan populasi badak Jawa menjadi 75 ekor. Upaya lain untuk menjaga populasi ini yakni memonitoring secara terus-menerus badak Jawa melalui video tracking.


Meski demikian, Dodi mengaku terdapat kendala dalam proses ini. Ia mengeluhkan minimnya jumlah kamera pemantau yang ada.

�Kamera kurang dari 40 buah. Ini menjadikan kami harus bagi dalam dua blok,� ujarnya.
Idealnya, dibutuhkan 120 kamera pemantau untuk semua areal hutan lindung ini. Kamera dipasang di hutan selama 8 sampai 9 bulan.

Soal metode monitoring lain, seperti chip pemantau, ia mengatakan memang selama ini wacana itu sudah berkembang. Namun, terbentur pada adaptasi teknologi yang masih mahal. (art)
�Misalnya pemasangan radio collar yang dipantau oleh satelit, masih perlu pre-riset dahulu dan persetujuan para ahli,� ujarnya.


sumber